Unik nih, walau dahulu kita dijajah Belanda sampai 3,5 abad, daily rider pertama di Indonesia justru brother John C Potter, masinis pabrik gula di Oemboel (baca:Umbul) Probolinggo, Jawa Timur. Dari buku bertajuk Kreta Setan (de duivelswagen) sang pelopor daily rider Indonesia ini memesan sendiri tunggangannya ke sebuah pabrik motor Hildebrand und Wolfmüller di Muenchen Jerman.
Nah motor penuh sejarah ini masuk ke Indonesia tahun 1893, satu tahun sebelum mobil pertama masuk Indonesia. Tuh, motor dulu nih baru mobil, he..he..!Sekaligus doi inilah orang pertama di Indonesia yang memakai kendaraan bermotor sebagai alat tranportasinya.
Brother mesti penasaran khan kayak apa motor yang ditunggangi Opa Potter? Penerus daya belum rantai tapi masih langsung digerakkan kruk as, belum ada persneling, tanpa accu dan magnet. Oh ya, motor antik ini juga nggak pakai koil dan kabel listrik. Mesin twin horisontal ini pakai bahan bakar bensin atau nafta. Kalau mau jalan, ia perlu sekitar 20 menit untuk menghidupkan dan menstabilkan mesinnya. Tahun 1932 motor ini ditemukan kembali di kediaman Potter . Setelah teronggok selama 40 tahun di pojokan garasi dalam kondisi berkarat. Kisahnya masih berlanjut! Montir-montir yang concern padsa motor antik akhirnya merestorasi motor ini dan disimpan diredaksi mingguan De Motor. Kemudian motor ini disimpan di museum Lalu Lintas Surabaya.
Ok kembali dikit ke masa Potter. Kepemilikan sepeda motor inilah yang jadi inspirasi masuknya varian-varian lain ke indonesia. Orang berduit terutama mandor-mandor perkebunan Belanda, pejabat pemerintahan mulai gandrung punya motor. Fakta sejarah dari koran Sin Po tahun 30-an misalnya, iklan-iklan menjual sepda motor sudah banyak mengisi rubrikasi mereka. Merek-merek beken seperti Excelsior, Harley Davidson, Indian, King Dick, Brough Superior, Henderson, Norton, AJS, Matchless dan banyak lagi mulai menampilkan pesonanya. Nah kalau brother menganggap motor listrik baru tren sekarang, sampeyan kleru! Pasalnya selain yang berbahan bakar bensin, ada juga motor listrik baterei berjenis trike (roda tiga) bernama De Dion Bouton Tricycle buatan Perancis. Sipnya motor ini menarik kereta penumpang. Saingannya di tahun itu adalah Minerva buatan Belgia yang juga jadi penarik penumpang.
PETURING BEBUKA ABAD 20
Makin maraknya orang berduit membeli motor melahirkan
komunitas-komunitas spesifik yang nantinya jadi cikal bakal klub motor
di Indonesia. Klub senior macam Motor Antique Club Indonesia (MACI), HCC
(Harley Club Cirebon) HCG (Harley Club Garut), HCB (Harley Club
Bandung) sampai HDCI (Harley-Davidson Club Indonesia) maupun ISHD
(Ikatan Sport Harley Davidson).’Modal’ motor-motor mereka bermacam-macam. Selain warisan orang tua, membeli dari kenalan dari geliat penjual motor mulai bebuka abad 20 seeprti dari impotir resmi . Supaya lebih menghayati ini bahasa aslinya dari koran Sin Po 1930-an : IMPORTEURS TOKO MASCOTTE, Weltevreden Senen 125, telf.No. 738 WL, Atow,Soerabaja, Kaliasin 7, telf No. 432 Z.
Motor-motor kelas ini rata-rata dibeli oleh orang belanda yang berprofesi sebagai mandor perkebunan yang biasa disebut Ordeming alias Demang. Masuk masa perang, tentara mereka menggunakan motor-motor jenis ini seperti fakta sejarah di Bandung dalam kursus latihan perwira, CORO (Cursus Opleiding Reserve Officieren) dengan salah satu materinya menunggangi motor. Tiap Sabtu sore di tahun 40-an, para perwira ini wajib melaksanakan upacara bendera Vlag Vertoon dan Taptoe. Mereka dengan semplakan dan pakaian licin klimis berberis meninggalkan Kazerne (Asrama) di daerah lapangan Siliwangi menuju Pieterspark (sekarang Taman Merdeka) sebelah Utara Jl. Braga.
Pas Belanda kalah oleh Jepang, motor-motor ini dirampas menjadi sitaan perang dan beberapa ’bocor’ dan dimiliki pejuang kita. Tunggangan sekutu seperti HD The Forty Five (750 cc), BSA dan lainnya banyak yang punya kisah tersendiri. Ny Sulistinah Soetomo, istri pejuang Bung Tomo misalnya, saat menjadi pejuang di Palang Merah Indonesia, dibonceng HD 750 dalam menolong pejuang terluka. Jadi nggak heran saat Indonesia merdeka, salah satu varian legendaris Harley-Davidson 750 cc menjadi tunggangan POWAL, PATWAL sampai PM di negeri ini.
Geliat di dunia motosport juga menjadi pendorong utama lahirnya klub-klub motor sekarang. Loma Ketjakapan Bermotor tahun 50-an punya latar belakang sejarah yang panjang. Oma Lo Ban Nio atau tante Bani Lunawati pernah bercerita pada BIKERS bertahun lalu. Beliau ini biker sejati, pembalap motor wanita pertama Indonesia sekaligus peturing. Kata Oma, lomba itu cukup bergengsi dan menyedot animo motorcycle junkie. Wow, tahunya berpuluh tahun sebelumnya senior Oma sudah melakoninya. Tercatat pada 7 mei 1917, Bro Gerrit de Raadt cuek riding dari Jakarta ke Surabaya dalam tempo 20 jam, 45 menit naik Reading Standard. Nggak mau kalah, 10 hari setelah itu, Wim Wygchel naik Excelsior memperbaiki rekor Gerrit de Raadt dalam waktu 20 jam, 24 menit. Dihitung, kecepatan rata-rata mereka 42 kilometer per jam. Jadi tradisi turing rekan-rekan MACI, HDCI dan klub-klub senior tanah air memang punya akar sejarah yang panjang!
Sumber : Isfandiari MD
No comments:
Post a Comment